Perkembangan Islam di Asia tenggara

  Islam di Asia Tenggara awalnya menyebar dari wilayah Indonesia, khususnya di daerah Perlak, Aceh sejak abad ke-7 Masehi. Setelah mengalami perkembangan, Islam menyebar ke wilayah Asia Tenggara lainnya khususnya ke Semenanjung Malaya.


 Islam di Asia Tenggara menyebar ke wilayah Indonesia, Singapura, Malaysia, Kerajaan Pattani di Thailand Selatan dan Brunei Darussalam. Sebelum kemunculan Islam di Asia Tenggara, penduduk di Asia Tenggara menganut animisme atau meyakini agama Hindu atau agama Buddha. Islamisasi di Asia Tenggara didukung oleh keberadaan para pedagang dan ulama yang berasal dari Jazirah Arab, Persia Raya dan Gujarat di wilayah Malaysia pada abad ke-9 Masehi. Penyebaran Islam di Asia Tenggara oleh para pedagang dan ulama berlangsung secara damai tanpa ada tindakan pemaksaaan, kekerasan, intimidasi maupun perang.


Perkembangan Islam di Asia tenggara

A. Islam di Thailand 

 Negara Thailand dikenal juga dengan sebutan Muangthai, atau Muangthai Risabdah, atau Siam, atau negeri gajah putih. Thailand berbatasan langsung dengan Malaysia dan sering digambarkan sebagai bunga yang mekar di atas sebuah tangkai. Nama negara Thailand berarti negeri yang merdeka, karena menjadi satu-satunya negeri di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh bangsa Barat. Penduduk Thailand mayoritasnya beragama Budha, sedangkan lebih dari 10% penduduk adalah muslim. Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand yang berbatasan dengan Malaysia, seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dulu adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani. Agama Islam masuk ke wilayah Thailand sejak pertengahan abad ke-19. Masuknya Agama Islam di Thailand terjadi sejak kerajaan Siam menguasai kerajaan Pattani Raya atau Pattani Darussalam. Kata "Pattani berasal dari kata al-Fattani yang berarti kebijaksanaan atau cerdik sebab di wilayah itulah muncul ulama dan cendekiawan muslim yang terkenal di Asia. Kaum muslim dari tanah Jawa banyak yang menjadi guru Al Qur'an dan kitab-kitab Islam berbahasa Arab Jawi. Sampai saat ini, beberapa kitab Arab Jawi masih dipakai rujukan di beberapa sekolah muslim dan pesantren di Thailand Selatan.

 Perkembangan Agama Islam di negara Thailand semakin pesat ketika sejumlah pekerja muslim dari Malaysia dan Indonesia masuk ke Thailand pada akhir abad ke-19. Mereka datang untuk membantu kerajaan Thailand membangun sejumlah kanal dan system perairan di Krung Theyp Mahanakhon (Bangkok). Sejumlah keluarga muslim bahkan mampu menghimpun dana dan mendirikan sebuah masjid sebagai sarana ibadah. Di Thailand terdapat sebuah masjid yang didirikan pada tahun 1949 oleh warga Indonesia dan komunitas muslim asli Thailand. Masjid itu didirikan di atas tanah wakaf milik Haji Saleh, seorang warga muslim Indonesia yang bekerja di Bangkok.

 Agama Budha adalah agama mayoritas di Thailand dan resmi menjadi agama kerajaan. Pengaruh agama Budha telah memberikan kontribusi hampir seluruh sisi kehidupan di Thailand. Pengaruh Agama Budha meliputi dalam pemerintahan, sistem dan kurikulum pendidikan, hukum, dan lain sebagainya Selain agama Budha terdapat agama-agama lain seperti Islam, Kristen. Konghucu, Hindu dan Singh. Negara Thailand yang berbentuk kerajaan memberi kesempatan bagi warga muslim untuk beribadah dan menganut kepercayaan masing-masing. Untuk menghormati Muslim, Raja Thailand juga menghadiri perayaan acara dan hari-hari penting dalam Islam. Pemerintah juga mengijinkan warga muslim Thailand untuk mengadakan pendidikan Islam. Peluang ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan agama Islam di sana.

 Penyelenggaraa pendidikan agama Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan yang signifikan. Hal itu terbukti dengan adanya pengajian bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA/TKA dan kajian mingguan mahasiswa adalah beberapa kegiatan rutin yang diadakan setiap pekan. Warga muslim Indonesia yang tinggal di Thailand juga menyelenggarakan silaturrahim bulanan dalam forum pengajian Ngaji-khun, yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand. Pemerintah Thailand juga bersedia membantu penerjemahan Al Quran ke dalam bahasa Thai. Selain itu pemerintah juga mengijinkan warga muslim mendirikan masjid dan sekolah muslim. Tercatat ada sekitar 2000 masjid dan 200 sekolah Islam di Thailand yang mayoritas berada di wilayah bagian selatan.

 Kaum muslim di negara Thailand bebas menyelenggarakan pendidikan dan acara-acara keagamaan. Selain itu, pengembangan pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai taraf yang lebih dari sekedar nasional dan regional. Umat muslim Thailand mampu menjalin hubungan dengan beberapa lembaga pendidikan Islam negara lain, baik yang nasional maupun internasional. Kaum muslim Thailand juga mengirimkan mahasiswa ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir dan Madinah. Dan juga beberapa universitas tanah air, seperti Ull, UIN, Universitas Muhammadiyah dan lainnya. Termasuk juga mengirimkan siswa- siswa Thailand ke berbagai pesantren di Indonesia, termasuk Gontor yang berada di Jawa Timur.

 Pusat kegiatan dakwah Islam terbesar di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Di tempat itu hampir semua kegiatan keislaman mulai dari taklim, layanan pernikahan, serta makanan halal dapat ditemukan. Salah satu orang Indonesia yang berjasa di bidang sertifikasi makanan halal adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad Dahlan), yang sudah puluhan tahun tinggal dan menjadi warga negara Thailand, yang menjabat sebagai direktur dari Halal Science Center di Universitas Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh penjuru dunia. (Kementrian Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam, MA, kelas XII)


B. Perkembangan Islam di Filipina

 Suku Bangsa Moro adalah nama sebuah suku di Pilina. Suku Moro di Mindanao adalah suku yang mendiami Filipina bagian Filipina selatan. Daerah tempat kelompok ini meliputi bagian selatan Mindanao, kepulauan Sulu, Palawan, Basilan dan beberapa pulau yang ada di sekitar pelau-pulau tersebut. Suku Moro terkenal sebagai bangsa pelaut yang gigih dan dapat beradaptasi diberbagai tempat mereka berdiam. Mayoritas mereka berdiam di Mindanao Pilipina Selatan.

 Mindanao adalah pulau terbesar kedua di Filipina selatan selain Pulau Luzon dan Visayas. Mindanao adalah kawasan hunian bersejarah bagi mayoritas kaum muslim atau suku moro yang sebagian besar adalah dari etnis Marano dan Tasaug. Istilah Moro adalah sebutan bangsa penjajah spanyol yang saat itu mengusal kaum muslim di Mindanao. Pada masa dahulu mayoritas penduduk mindanao dan pulau sekitamya adalah muslim. Beberapa peperangan telah terjadi untuk meraih kemerdekaan telah ditempuh oleh kaum Muslim di pulau ini selama lima abad melawan para penguasa Pasukan Spanyol, Amerika, Jepang. saat ini sebagai kelompok minoritas di Pilipina tetap berusaha memisahkan din dan Filipina yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.

 Sampai saat ini, kaum muslim di Filipina yang berpenduduk besar hanya di kawasan otonomi ARMM, (The Autonomous Region in Muslim Mindanao). Wilayah ARMM di bawah kepemimpinan Misuari mencakup Maguindanao, Lanao del Sur, Sulu, dan Tawi-Tawi. ARMM didirikan oleh pemerintah Filipina pada tahun 1989 sebagai daerah otonomi di Filipina Selatan. Pada saat itu penduduk muslim di Filipina selatan boleh menyatakan pilihannya untuk bergabung dalam wilayah otonomi Muslim. Dan empat wilayah itulah yang menyatakan bergabung dengan daerah otonomi Islam. Namun demikian sebagian pejuang muslim merasa tidak puas dengan hanya menjadi daerah otonomi sehingga munculah Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan kelompok Abu Sayyaf,

 Kaum muslim di Filipina bergaul dengan kaum muslimin di negara lain secara umum dilakukan melalui umat Islam Asia Tenggara yang lain. Hal itu karena kedekatan kultural Bangsa moro dan bangsa Melayu yang lain. Hal itu terbukti dengan buku-buku agama di Mindanao dan Sulu kebanyakan berbahasa Melayu yang ditulis dalam aksara jawi karena pada zaman dulu belum banyak orang yang mampu membaca huruf Arab

 Pada tahun 1946, Filipina mendapatkan kemerdekaan. Kemudian pulau Mindanao dan Sulu dijadikan bagian dari Republik Filipina. Hal itu menyebabkan hubungan antara Muslim Filipina dan negara Timur Tengah yang berpenduduk mayoritas muslim semakin kuat. Dengan demikian, kaum muslim di Filipina selatan tidak hanya berorientasi ke Asia Tenggara namun juga langsung ke dunia Islam di Timur Tengah. Gerakan kebangkitan Islam di Timur Tengah untuk bebas dan penjajahan bangsa Barat ikut memengaruhi umat Islam di Mindanao dan Sulu Organisasi MILF (Moro Islamic Liberation Front) juga diinspirasi oleh pemikiran Sayid Qutb dan Abul A'la al-Maududi. Hubungan yang kuat dengan kaum Muslim yang lebih luas membawa manfaat bagi umat Islam di Mindanao dan Sulu Pada tahun tujuh puluhan, ketika media massa melaporkan pembantaian terhadap kaum Muslim, negara Libya langsung bereaksi dan berinisiatif membawa kasus ini ke hadapan OKI (Organisasi Konferensi Islam).

 Pada awalnya kaum muslim Filipina memilih jalan diplomasi untuk merebut Nemedekaan. Namun upaya itu belum menghasilkan sesuatu yang menggembirakan bagi kemajuan kaum muslim di Filipina sehingga mereka membentuk MNLF (Moro National Liberation Front) untuk mengorganisasi perjuangan bersenjata. Tujuan awal berdirinya MNLF adalah untuk membentuk negara sendiri yang bebas dari pengaruh pemerintah pusat Filipina yang mayoritas beragama Katholik. Seiring berjalannya waktu, pergerakan MNLF mengalami perubahan pada saat pemerintah Filipina memulai negosiasi dengan MNLF pada tahun 1975 yang menghasilkan kesepakatan tentang kerangka penyelesaian masalah di Filipina. Perjanjian ini dikenal dengan Kesepakatan Tripoli yang ditandatangani pada 23 Desember 1976 antara MNLF dan pemerintahan Filipina. Perjanjian ini mengikat MNLF untuk menerima otonomi sebagai status bagi wilayah Filipina selatan. Perjanjian itu menyulut perpecahan di kalangan internal MNLF yang menyebabkan munculnya faksi baru yang bernama MILF pecahan dari MNLF. Isi Perjanjian Tripoli adalah pembentukan pemerintahan otonomi di Filipina selatan yang mencakup tiga belas provinsi, yaitu Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Zamboanga del Sur, Zamboanga del Norte, Cotabato utara, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao Norte, Lanao Sur, Davao Sur, Cotabato selatan, dan Palawan. Kekuasaan otonomi penuh diberikan pada bidang pendidikan dan pengadilan, sedangkan bidang pertahanan dan politik luar negeri tetap menjadi wewenang pemerintahan pusat di Manila.

 Perjanjian damai yang disepakati di Tripoli pada akhimya dikhianati oleh presiden Ferdinand Marcos. Dia mengadakan referendum di tiga belas provinsi yang tercantum dalam Perjanjian Tripoli untuk mengetahui penduduk ketiga belas provinsi yang akan diberi otonomi khusus. Referendum itu merupakan alat bagi Ferdinan Marcos untuk membatalkan Perjanjian Tripoli secara diam-diam, Melalui program migrasi penduduk yang dicanangkan pemerintah pusat Filipina untuk mendorong rakyat bagian utara yang mayoritas Katolik berpindah ke kawasan selatan agar kawasan itu didominasi warga Katolik/Kristen. Oleh karena itu, kawasan selatan menolak otonomi.

 Kaum muslim di Filipina selatan tidak hanya berjuang melalui MNLF, masyarakat sipil juga melakukan upaya damai dan demokratis di bawah pengawasan PBB. Mereka membentuk Bangsamoro People's Consultative Assembly yang melakukan pertemuan pada tahun 1996 dan 2001. Pertemuan pertama, yang menurut laporan dihadiri lebih dari satu juta orang, menghasilkan pernyataan untuk mendirikan kembali negara dan pemerintahan Bangsamoro. Hal ini semakin nyata dalam pernyataan bersama yang dideklarasikan oleh ratusan ribu Bangsamoro yang ikut serta dalam Rapat Umum untuk Perdamaian dan Keadilan in Cotabato City dan Davao City pada 23 Oktober 1999, di Marawi City pada 24 Oktober 1999, dan di Basilan pada 7 Desember 1999.

 Dalam serangkaian rapat umum, kaum muslim sipil mengeluarkan pernyataan sikap terhadap pemerintah Filipina: "...kami percaya bahwa satu- satunya solusi berguna dan abadi bagi hubungan yang tidak sehat dengan pemerintah Filipina adalah pengembalian kebebasan kami yang secara ilegal dan imoral telah dicuri dari kami, dan kami diberi kesempatan untuk mendirikan pemerintahan sesuai dengan nilai-nilai sosial, relijus dan budaya kami". Sikap ini dipertegas dalam pertemuan kedua, yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan dihadiri sekitar dua setengah juta orang, yang menyatakan "Satu-satunya solusi yang adil, bermakna dan permanen untuk persoalan Mindanao adalah kemerdekaan rakyat dan wilayah Bangsa Moro sepenuhnya". Dan hingga sekarang masyarakat Moro masih berjuang untuk merdeka atau otonomi dengan wilayah yang diperluas. (Kementrian Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam, MA, kelas XII)

C. Sejarah Islam di Malaysia

1. Proses masuknya Islam di Malaysia

 Proses masuknya agama Islam di Malaysia berawal dari kerajaan-kerajaan Melayu, jauh sebelum datangnya bangsa Barat di kawasan tersebut. Kerajaan-kerajaan Melayu dikenal dalam sejarah sebagai Kerajaan Islam. Agama Islam disebarkan oleh pedagang Gujarat melalui daerah kerajaan tersebut mendakwahkan Islam ke Malaysia pada sekitar abad kesembilan. Menurut keterangan ini, maka sumber masuknya Islam ke Malaysia berdasar pada yang diungkapkan Azyumardi Azra bahwa Islam datang dari India, yakni Gujarat dan Malabar.

 Malaysia merupakan jalur perdagangan dunia yang menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India dengan wilayah China. Wilayah Malaysia juga dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat penting. Oleh karena itu, wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya bermacam-macam keyakinan dan agama yang berinteraksi secara luas.

 Agama Islam masuk ke wilayah Malaysia pada abad pertama Hijrah dibawa oleh para pedagang India, Persia, dan juga Arab yang mayoritas beragama Islam. Agama Islam disebarkan melalui suatu proses damai dan secara cepat diterima oleh masyarakat karena mampu berbaur dengan adat dan kebudayaan masyarakat yang didatangi.

2. Perkembangan Islam di Malaysia

 Menurut ahli sejarah, masuknya Islam di Asia Tenggara termasuk Malaysia sedikitnya ada tiga teori. Pertama, teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab (Hadramaut). Kedua, Islam datang dari India, yakni Gujarat dan Malabar. Ketiga, Islam datang dari Benggali (kini Banglades). Sedangkan mengenal pola penerimaan Islam di tanah Malaysia maupun di Indonesia ada dua pola yang berbeda. Pertama, Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas atau elite penguasa kerajaan. Kedua, Islam diterima langsung oleh elite penguasa kerajaan, kemudian disosialisasi-kan dan berkembang ke masyarakat bawah. Pola pertama biasa disebut bottom up, dan pola kedua biasa disebut top down. Pola ini menyebabkan Islam berkembang sangat cepat sampai pada saat sekarang di malaysia.

 Pola penerimaan Islam yang pertama melalui jalur perdagangan dan ekonomi yang melibatkan orang dari latar belakang suku dan ras berbeda kemudian saling berinteraksi, Dengan adanya interaksi itu mereka saling bertukar pikiran tentang masalah perdagangan, politik, sosial dan keagamaan. Di tengah masyarakat yang plural ini tentu saja terdapat tempat mereka berkumpul dan menghadiri kegiatan perdagangan termasuk dirancang strategi penyebaran agama Islam. Sejalan dengan itu, pola kedua mulai menyebar melalui pihak para pemimpin dan penguasa dimana istana kerajaan sebagai pusat kekuasaan berperan di bidang politik dan penataan kehidupan sosial, dengan dukungan ulama yang terlibat langsung dalam birokrasi pemerintahan. Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan sunah disusun dan diterapkan.

 Bukti-bukti sejarah yang juga membuktikan perkembangan Islam di Malaysia dapat ditemukan sesudah abad ke sepuluh, pada abad ke-15 misalnya dan ketika itu Brunei masih bergabung dengan malaysia, salah satu sumber dari cina menyebutkan ada enam masjid di Malaysia dan ditemukan batu nisan silsilah keturunan raja-raja Brunei. Sultan Brunei ketika itu adalah Abdul Djalil Jabar tahun 1660, isterinya adalah putri sultan Sukadana dari Sambas. Kemudian pada tahun 1852 ada masjid jami dibangun di daerah Kucing, pada tahun 1917 dibangun madrasah di Malaysia yang disebut Madrasah Al-Mursyidah. Bukti-bukti sejarah ini mengisyaratkan bahwa Islam di Malaysia terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetauan dan pendidikan Islam.

 Pada awal abad ke-20, Pada saat bangsa Barat terutama Inggris menjajah dunia Timur, urusan-urusan agama dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan hal itu diatur melalui sebuah departemen, sebuah dewan ataupun kantor sultan. Ketika Malaysia mendapatkan kemerdekaan dan membentuk negara federal, setiap negara bagian dalam federasi Malaysia telah membentuk sebuah departemen urusan agama. Penduduk muslim di Malaysia juga patuh pada hukum Islam yang diterapkan sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama (mahkamah syariah) yang diketua hakim agama. Seiring berjalannya waktu. ilmu pengetahuan dan tingkat ekonomi semakin mengalami perkembangan dengan didirikannya perguruan tinggi Islam dan dibentuk fakultas dan jurusan agama. Salah satu perguruan tinggi yang terkenal adalah Universistas Kebangsaan Malaysia. 

 Agama Islam ditetapkan sebagai agama resmi di Malaysia, namun pemerintah melindungi penganut agama-agama lain untuk menciptakan ketentraman, kedamaian bagi masyarakat. Meskipun pemimpin dan masyarakat mayoritas beragama Islam, tidak berarti Islam dapat dipaksakan kepada semua pihak. Semua warga negara baik muslim maupun nonmuslim harus menghargai dan menjunjung tinggi konstitusi negara kebangsaan Malaysia. (Kementrian Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam, MA, kelas XII) 


D. Sejarah perkembangan Islam di Brunei 

 Hadirnya agama Islam di Brunei Darussalam diprediksi sekitar tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh para pedagang dari negeri Cina. Baru sekitar 5 abad kemudian, agama Islam barulah menjadi agama resmi negara di Brunei Darussalam sejak kerajaan dipimpin oleh Raja Awang Alak Betatar. Raja Awang Alak Betatar masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Muhammad Shah sekitar tahun 1406 M.

 Agama Islam mulai tersebar dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan ke-3 Brunei pada tahun 1425. Menurut silsilah, Sultan Syarif Ali termasuk keturunan cucu Rasulullah Saw, Hasan, seperti yang tertulis dalam Batu Tarsilah atau prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam.

 Dari waktu ke waktu, agama Islam di Brunei Darussalam semakin berkembang pesat. Sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunei karena pergerakan orang-orang Islam dibatasi oleh orang-orang Portugis. Datangnya para ahli agama dari Malaka membuat perkembangan Islam di Brunei semakin cepat menyebar di seluruh lapisan masyarakat.

 Sekitar abad 18, Brunei Darussalam berada di bawah kekuasaan kolonial Inggris. Brunei Darussalam berhasil meraih kemerdekaan sebagai negara Islam di bawah sultan ke-29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah. Setelah mendeklarasikan kemerdekaannya pada 31 Desember 1983, gelar Mu'izzaddin Waddaulah (Penata Agama dan Negara) menunjukkan identitas keislaman yang senantiasa bersanding pada setiap raja yang memerintah negara. Panggilan resmi kenegaraan sultan adalah "ke bawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda dan yang dipersatukan negeri."

 Kerajaan Brunei Darussalam merupakan sebuah negara yang berbentuk pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan. Dalam menjalankan tugasnya dia dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri, yang diangkat dan diketuai oleh Sultan sendiri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelamnya disematkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15 merupakan kepala negara serta pemerintahan Brunei Darussalam. Sultan memiliki penasihat dari beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri. (ibid) 


E. Perkembangan Islam di Vietnam

 Vietnam merupakan salah satu negara komunis di dunia dan bernama resmi Republik Sosialis Vietnam. Negara ini terletak di ujung timur Semenanjung Indochina kawasan Asia Tenggara. Vietnam berbatasan dengan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut. Kamboja di sebelah barat daya dan di sebelah timur terbentang Laut China Selatan, Vietnam merupakan negara terpadat ke-13 di dunia ini dengan populasi sekitar 84 Juta jiwa.

 Sejarah perkembangan Islam di Jawa tidak terlepas dari centa putri Champa,Seorang putri dari kerajaan Champa pada akhir Kerajaan Majapahit, yang biasa disebut dengan Putri Champa.Kerajaan Champa (bahasa Vietnam Chiêm Thanh) adalah kerajaan yang pemah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan (termasuk sebagian Kamboja), diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan 1832 M. Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang penentuan tahun masuknya islam ke Vietnam, namun mereka sepakat bahwa Islam telah sampai ke tempat ini pada adab ke 10 dan 11 Masehi melalui India, Persia dan pedagang Arab, dan menyebar antara masyarakat cham. Dalam sejarahnya sebelum penaklukan Champa oleh by Lê Thánh Tông, agama dominan di Champa adalah Syiwaisme dan budaya Champa sangat dipengaruhi oleh India. Islam mulai memasuki Champa setelah abad ke-10. Namun, baru setelah invasi 1471, pengaruh agama ini menjadi semakin cepat. Pada abad ke-17 keluarga bangsawan Champa juga mulai memeluk agama Islam Orang-orang Cham (sebutan untuk orang-orang Kerajaan Champa, berorientasi kepada Islam.

 Perkembangan agama Islam di negara komunis Vietnam saat ini sebagaimana di lansir Kantor berita AFP, pada tahun 2010 lalu, merilis data jumlah penduduk muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa. Namun, menurut situs religiouspopulation.com, Jumlah umat Islam di Ibu kota Ho Chi Minh mencapai 5.000 orang. Rumah makan yang menawarkan makanan halal dan masjid-masjid serta madrasah juga banyak ditemukan.

 Secara umum, total populasi Muslim, terutama dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang. Namun, hasil survei yang dilakukan The Pew Research Center pada Oktober 2009, menyatakan bahwa jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 71.200 jiwa. Angka itu mengalami kenaikan dibandingkan data hasil sensus pada 1999 yang hanya mencapai 63.146 jiwa. Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan Province, 24 persen di Provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9.0 persen di Kota Ho Chi Minh. Sekitar 22 persen menetap di wilayah Sungai Mekong, khususnya di Provinsi An Glang. Sisanya, sekitar 1.0 persen tersebar di wilayah-wilayah lainnya.

 Umat Islam Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku beragam, dan dapat kita bagi pada 3 kelompok. Kelompok pertama, Muslim Tcham, yang merupakan kelompok mayoritas. Kelompok kedua, umat yang berasal dari suku-suku yang beragam, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari negeri-negeri yang beragam kemudian menikah dari anak-anak negeri tersebut, seperti Arab, India, Indonesia, Malaysia dan Pakistan, dan jumlah mereka merupakan kelompok terbesar dari jumlah umat Islam secara keseluruhan. Kelompok ketiga, muslim dari warga Vietnam asli, dan mereka adalah warga Vietnam yang masuk setelah berinteraksi dengan para pedagang muslim dan komunikasi secara baik, seperti kampung Tan Buu pada bagian kota Tan An, baik dengan masuknya warga kepada Islam atau mereka masuk Islam melalui pernikahan.

 Berdasarkan data dari pemerintah, Islam adalah agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di Vietnam. Kegiatan keagamaan masih di bawah kontrol pemerintah Vietnam yang beraliran komunis. Walau berada di bawah kekuasaan pemerintah komunis yang mengontrol dengan ketat. muslim Cham dapat menjalankan ibadah dengan bebas dan nyaman. Bahkan banyak fasilitas dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada muslim Cham, terutama dalam hal pendidikan. Namun, hal itu dirasa kurang cukup, karena kebutuhan akan pendidikan tinggi yang belum terpenuhi. Sebaliknya jumlah madrasah sangat banyak. Sehingga banyak dari pelajar muslim yang merantau ke Malaysia untuk meneruskan studi.

 Agama Islam yang berkembang saat ini di Vietnam beraliran Sunni dan Bani Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara itu bermazhab Syafi'i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi pengaruh budaya domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India.

 Singapura merupakan negara kepulauan yang terletak di penghujung Selatan Semenanjung Malaya. Luas wilayahnya hanya sekitar 583 KM 2. Penduduknya mayoritas pendatang, terutama berasal dari etnis Cina. Penduduk Singapura yang beragama Islam terbilang minoritas dan hamper semuanya berasal dari orang-orang Melayu. Jumlah penduduk sekitar 4,99 juta jiwa, sekitar 14,9% penduduk yang memeluk agama Islam, sedangkan mayoritas beragama Buddha 42.9%, Ateis 14.8%, Kristen 14.6%, Taouisme 8%, dan Hindu 4%, serta sisanya kepercayaan lainnya 0.6%. Singapura telah menjadi rute bagi pedagang orang muslim dari Timur Tengah sejak abad ke-15 menjadi sejarah masuknya Islam di Singapura. Cara masuknya Islam ke Singapura tidak jauh berbeda dengan cara masuknya Islam ke negara- negara di Asia Tenggara. Islam masuk ke Singapura dengan cara perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Arab yang melalui daerah perairan Singapura. Adanya pernikahan pedagang Arab dengan penduduk setempat kemudian tinggal dan menetap di Singapura, membantu Islam berkembang di dearah ini. Mereka membentuk suatu komunitas tersendiri dan mendirikan perkampungan di sana. Para pedangang yang telah menetap berdakwah dengan menjadi imam dan guru agama bagi komunitasnya. Komunitas ini juga memiliki sistem pendidikan agama yang berjalan secara tradisional, seperti belajar dari rumah ke rumah dan dilanjutkan dari masjid ke masjid.

 Pada tahun 1800 M. pusat pendidikan tradisional berada di Kampung Glam dan kawasan Rocor. Peranan guru-guru dan imam menjadi sangat penting dalam mengembangkan penghayatan terhadap Islam bagi muslim di Singapura. Mazhab yang dianut oleh muslim di Singapura adalah mazhab Syafi'i dengan paham teologi Asy'ariyah. Singapura pada awalnya berada di bawah kekuasaan Sultan Johor yang menetap di kepulauan Riau-Lingga. Pada tanggal 29 Januari 1819 M. Sir Thomas Stanford Rafless meramalkan bahwa Singapura akan menjadi lokasi yang stategis bagi kerajaan Inggris dalam mengatur pelayaran disekitarnya. Dengan pemikiran yang demikian, akhirnya pada tanggal 31 Januari 1819 M Rafless membuat kesepakatan dengan Sultan Johor untuk mendirikan pusat perniagaan di Singapura. Keadaan Singapura yang awalnya merupakan daerah kekuasaan Sultan Johor yang didiami oleh etnis Melayu, juga telah memberikan jalan bagi masuknya Islam ke Singapura.

 Perkembangan Islam di Singapura tidak terlepas dari penyerapan suatu praktik hukum atau norma yang harus sesuai dengan kondisi budaya, sosial, dan ekonomi setempat. Kita ketahui bahwa Singapura merupakan negara dengan perkembangan yang pesat dengan adaptasi hukum Inggris. Meskipun demikian, umat Islam di Singapura tetap mengusahakan adanya hukum Islam di Negara Singapura. Keberadaan hukum Islam di Singapura tidak bisa terlepas dari peran umat Islam yang ada di negara tersebut. Umat Islam Singapura berusaha keras untuk mendekati pemerintah agar mengesahkan suatu undang-undang yang mengatur hukum individu dan keluarga Islam di Singapura. Setelah diupayakan selama bertahun-tahun, barulah pada tahun 1966 M. pemerintah mengeluarkan rancangan undang-undang parlemen dan menerima Undang-undang Administrasi Hukum Islam (AMLA). Undang-undang ini telah dinilai oleh perwakilan dari berbagai suku dan mazhab yang ada di Singapura. Pada tahun 1966 AMLA mengusulkan pembentukan Majelis Ulama Islam Singapura atau Islamic Religious Council of Singapore (MUIS) sebagai suatu hukum. MUIS diharapkan dapat menjadi penasihat Presiden Singapura dalam hal yang berkaitan dengan agama Islam di Singapura. Tugas MUIS sama seperti MUI di Indonesia. Tugas mereka mengatur kegiatan Islam di Singapura, seperti mengeluarkan sertifikasi halal untuk makan yang menurut ketentuan Islam baik untuk di konsumsi, melakukan perhitungan waktu Salat di Singapura, dan menjadi penyelengara pernikahan secara Islam. Adapun fungsi dan tugas Majelis Ulama Islam Singapura sebagai berikut:

a. Memberi saran kepada presiden Singapura dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan agama Islam di Singapura. 

b. Mengurusi masalah yang berkaitan dengan agama Islam dan kaum muslimin di Singapura, termasuk urusan hap dan sertifikasi halal. 

c. Mengelola wakaf dan dana kaum muslimin berdasarkan undang-Undang dan amanah. d. Mengelola pengumpulan zakat, infak, dan sedekah untuk mendukung dan mensyiarkan agama Islam atau untuk kepentingan umat Islam.


e. Mengelola seimua masjid dan madrasah di Singapura.

 Dalam perkembangan selanjutnya, umat Islam di Singapura terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu migran yang berasal dari dalam dan luar wilayah. Kelompok migran dari dalam wilayah berasal dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Riau, dan Bawean. Kelompok ini identik dengan etnis Melayu. Adapun kelompok migran dan luar wilayah dibagi menjadi dua kelompok penting, yaitu muslim India yang berasal dan sub kontinen India (Pantai Timur dan Pantai Selatan India) dan keturunan Arab, khususnya Hadramaut. Migran yang berasal dan luar wilayah secara umum berasal dan golongan muslim yang kaya dan terdidik. Kelompok ini pula akhirnya membentuk kelompok elit sosial dan ekonomi Singapura. Mereka mempelopori perkembangan Singapura sebagai pusat pendidikan dan penerbitan muslim. Di samping itu, mereka juga sebagai penyumbang dana terbesar untuk pembangunan masjid, lembaga pendidikan, dan organisasi sosial Islam lainnya.


G. Sejarah perkembangan Islam di Myanmar

  Myanmar dahulu bernama Burma. Luas wilayahnya sekitar 678.000 km 2 Islam di Myanmar merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah abama Buddha. Kaum muslimin pada umumnya tinggal di Provinsi Arakan, Myanmar bagian barat. Daerah ini berbatasan dengan Bangladesh. Provinsi Arakan dahulunya merupakan kerajaan yang merdeka hingga tahun 1684 M. Penduduk Myanmar yang beragama Islam tercatat 7% dan total jumlah penduduk. Mereka hidup dalam kemiskinan akibat rezim komunis yang berkuasa. Selain itu, juga " karena perlawanan dari umat Buddha terhadap umat Islam. Islam telah masuk ke Myanmar melalui dakwah, tetapi belum tersebar luas

 walau telah tersebar ke sejumlah wilayah seperti Arakan. Islam sampai ke Myanmar melalui jalur perdagangan dan dakwah. Kala itu, wilayah tersebut masih disebut Burmanja. Di bagian barat terdapat kerajaan Arakan. Mayoritas penduduknya muslim, bertetangga dengan Bengal yang merupakan wilayah Islam. Dari sanalah Islam terus meluas ke wilayah Burmania lainnya.

 Perkembangan Islam di Myanmar mendapatkan perlawanan sengit dari pengikut agama Buddha. Pada tahun 686 H, muslim Tartar, bangsa Mongol mengivansi Burmania melalui Cina dan berhasil melengserkan rajanya serta memberi kebebasan untuk memeluk agama sesuai keyakinannya. Sebagian masyarakat masuk Islam dan sebagian lainnya memeluk agama Buddha. Tatkala Suja saudara Aurangzeb, penguasa Imperium Mugal di Hindustan melarikan diri ke Burmania, mereka berbaur dengan para penduduk sambil menyebarkan agama Islam.

 Islam di Myanmar bermula dari kaum muslim di Arakan yang berasal dari Suku Rohingya. Mereka membentuk Organisasi Solidaritas Rohingya dengan presidennya Muhammad Yunus. Organisasi Solidaritas Rohingya pernah meminta kepada Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menekan pemerintah Myanmar agar menghormati hak-hak minoritas muslim sebagaimana yang dilakukan OKI terhadap pemerintah Bulgaria. Sikap muslim Rohingya terhadap sosialis Myanmar terbagi menjadi dua. Pertama, kelompok yang berintegrasi dengan partai sosialis yang berkuasa. Tujuan kelompok ini adalah untuk melindungi kelompok minoritas dari kekerasan penguasa. Mereka mengembangkan agama Islam melalui jalur pendidikan atau dakwah. Organisasi Solidaritas Rohingya termasuk dalam kelompok ini. Kedua, kelompok muslim yang membentuk organisasi Gerakan pembebasan menentang pemerintah Myanmar. Mereka membentuk Front Nasional Pembebasan Rohingya. Front ini bekerja sama dengan Tentara Pembebasan Nasional Karen. Karen adalah suatu propinsi di bagian selatan Myanmar yang berbatasan dengan Thailand. Masyarakat Karen memperjuangkan pemisahan diri dari Myanmar. Masyarakat Karen berusaha memisahkan diri dari Myanmar dengan dua alasan. Pertama, karena Karen merupakan etnis tersendiri yang berbeda dengan umumnya etnis masyarakat Myanmar. Kedua, karena penguasa Myanmar melakukan diskriminasi terhadap Suku Karen. Oleh karena itu, propinsi Arakan dan Karen merupakan daerah yang terus menerus bergejolak di Myanmar.

Daftar Pustaka :

•Azyumardi Azra, 1994, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIll: Akar Pembaruan Islam Indonesia, Jakarta, Prenada Media

•Sumanto al-Qurtuby, 2003, Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV & XVI,Jogjakarta, Inspeal Press dengan Perhimpunan Indonesia Tionghoa

•M. Samsul Anfin, S.Pd.I, Sejarah Kebudayaan Islam Kalas XII, Kementerian Agama Republik Indonesia, 2019

•Achmadi Wakhid. MAg. dkk. Sejarah Kebudayaan Islam Kalas XXIXII. Yogyakarta, Pustaka Insan Madani, 2008

•https://id.m.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Asia_Tenggara#:~:text=Islam%20di%20Asia%20Tenggara%20awalnya,lainnya%20khususnya%20ke%20Semenanjung%20Malaya

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel